Senin, 06 Januari 2014

KONSEP BAITUL MAL






5.Menggagas Konsep Baitul Mal
5.1. Sumber Dana/Harta Baitul Mal Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani

Baitul Mal Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam (1990) telah menjelaskan sumber-sumber pemasukan bagi Baitul Mal dan kaidah-kaidah pengelolaan hartanya. Sumber-sumber tetap bagi Baitul Mal menurutnya adalah: fai’, ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat (An Nabhani, 1990).
Hanya saja, harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal, dan tidak diberikan selain untuk delapan ashnaf (kelompok) yang telah disebutkan di dalam Al Qur’an. Tidak sedikit pun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf tersebut, baik untuk urusan negara, maupun urusan umat.
Imam (Khalifah) boleh saja memberikan harta zakat tersebut berdasarkan pendapat dan ijtihadnya kepada siapa saja dari kalangan delapan ashnaf tersebut. Imam (Khalifah) juga berhak untuk memberikan harta tersebut kepada satu ashnaf atau lebih, atau membagikannya kepada mereka semuanya (An Nabhani, 1990). Begitu pula pemasukan harta dari hak milik umum. Harta itu diletakkan pada Diwan khusus Baitul Mal, dan tidak boleh dicampuradukkan dengan yang lain. Sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslimin, yang diberikan oleh Khalifah sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin yang menjadi pandangan dan ijtihadnya berdasarkan hukum-hukum syara’.

SEJARAH lahirnya BAITUL MAL




Baitul Mal Tinjauan Historis Dan Konsep Idealnya
Baitul Mal atau Baitul Mal wat Tamwil begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Namun Baitul Mal atau BMT ternyata dipahami secara sempit sebagai lembaga ekonomi privat yang mengurusi sebagian aspek ekonomi umat, seperti wadhiah atau mudharabah.Padahal, Baitul Mal sesungguhnya bukanlah lembaga privat atau swasta, melainkan sebuah lembaga yang mengurusi segala pemasukan dan pengeluaran dari negara Islam (Khilafah). Baitul Mal dalam pengertian ini, telah dipraktekkan dalam sejarah Islam sejak masa Rasulullah, diteruskan oleh para khalifah sesudahnya, yaitu masa Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan khalifah-khalifah berikutnya, hingga kehancuran Khilafah di Turki tahun 1924. Gagasan konsep Baitul Mal yang ideal perlu disusun dengan merujuk kepada ketentuan-ketentuan syariah, baik dalam hal sumber-sumber pendapatan maupun dalam hal pengelolaannya.







Sumber-sumber pendapatan Baitul Mal adalah fai’, ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat. Sedang pengelolaannya didasarkan pada enam kategori harta, yaitu :
       1.      Harta Zakat
       2.      Harta untuk menanggulangi terjadinya kekurangan dan untuk melaksanakan kewajiban jihad
       3.      Harta sebagai suatu pengganti/kompensasi (badal/ujrah), seperti gaji pegawai negeri,
       4.      Harta untuk kemaslahatan secara umum yang merupakan keharusan,
       5.      Harta untuk kemaslahatan secara umum yang tidak merupakan keharusan, dan
       6.      Harta untuk menangani kondisi darurat, semisal bencana alam.